Alessandro
Volta (1745-1927), seorang fisikawan italia berhasil menemukan suatu
reaksi kimia yang dapat menghasilkan energi listrik. Penemuan volta
berasal dari studi lanjut tentang penemuan “listrik binatang” oleh
seorang ahli anatomi Italia, Luigi Galvani (1773-1798). Arus listrik
tersebut diperoleh oleh Galvani saat melakukan proses pembedahan pada
seekor katak. Pada saat galvani memasukkan logam tembaga dan besi untuk
membedah paha katak, ia merasakan getaran singkat semacam arus
listrik. Galvani menganggap bahwa arus singkat yang dirasakannnya
berasal dari tubuh binatang. Pernyataan Galvani tersebut tidak bertahan
lama. Setelah berdasarkan beberapa percobaan yang dilakukan oleh Volta
disimpulkan bahwa arus listrik yang terjadi disebabkan oleh dua logam
yang berbeda dalam menggunakan larutan garam atau asam lemah yang
ternyata juga menghasilkan arus listrik.
Volta berhasil merancang alat berupa tumpukan
dari lempengan logam seng dan perak yang dipisahkan oleh kain basah dari
larutan garam atau asam lemah yang menghasilkan arus listrik. Rangkaian
alat yang dapat menghasilkan arus listrik dari reaksi kimia rancangan
Volta disebut sel Volta. Reaksi kimia yang berlangsung spontan. Bentuk
perkembangan dari sel Volta adalah baterai dan aki.
a. Reaksi dalam Sel Volta
Pada reaksi tersebut terjadi serah terima elektron, logam seng (Zn) melepaskan elektron dan membentuk Zn2+. Ion Cu2+ dalam larutan CuSO4 menerima elektorn dan membentuk endapan Cu. Peristiwa ini berjalan terus-menerus hingga semua ion Cu2+ mengendap sebagai logam Cu, sehingga larutan CuSO4
semakin berkurang konsentrasinya. Sebaliknya, endapan Cu pada katode
semakin bertambah massanya dalam reaksi tersebut tidak terjadi arus
listrik, karena elektron berpindah secara langsung dari logam Zn ke
larutan CuSO4. Reaksi redoks spontan akan menghasilkan arus listrik apabila dirangkaikan pada suatu sel volta .

Dalam
rangkaian sel volta tersebut logam tembaga (Cu) berfungsi sebagai
katode (kutub positif), tempat penerimaan elektron dan logam seng (Zn)
berfungsi sebagai anode (kutub negatif), tempat pelepasan elektron.
Proses yang berlangsung pada sel volta adalah sebagai berikut:
a. Logam Zn dalam larutan ZnSO4 akan larut sebagai ion Zn2+. Setiap mol Zn2+ akan melepaskan 2 mol elektron, menurut persamaan “setengah reaksi” yaitu:
Zn(s) à Zn2+(aq) + 2e-
Elektron yang dilepaskan olen Zn akan mengalir melalui kawat penghantar menuju ke logam Cu.
b. Larutan CuSO4 terdiri atas ion Cu2+ dan SO42- dengan jumlah yang seimbang. Ion Cu2+ akan menerima elektron dari logam CU dan kemudian mengendap pada katode. Ion Cu2+ mengalami reaksi reduksi menurut persamaan “setengah reaksi” yaitu:
Cu2+(aq) + 2e- à Cu(s)
c.
Terjadi peristiwa aliran elektron (serah terima elektron) dari logam
Zn sebagai anode ke logam Cu sebagai katode yang menghasilkan potensial
listrik. Besarnya potensial listrik tersebut dapat diukur menggunakan
voltmeter.
d. Peristiwa serah terima elektron terus berlangsung, sehingga dalam wadah katode larutan CuSO4 semakin berkurang konsentrasinya. Hal tersebut disebabkan ion Cu2+ dalam larutan tereduksi menjadi Cu, yang menyebabkan massa logam Cu yang berfungsi sebagai katode semakin bertambah.
e. Massa logam Zn sebagai anode berkurang karena terlarut sebagai ion Zn2+, sehingga ion Zn2+ dalam ZnSO4 semakin bertambah.
f. Jumlah ion Zn2+ yang berlebihan menyebabkan larutan pada anode, ZnSO4(aq) semakin bermuatan positif, sebaliknya larutan dalam katode yaitu CuSO4 semakin bermuatan negatif.
g. Jembatan garam terdiri atas larutan elektrolit inert seperti KCl atau NH4NO3
yang dilarutkan dalam agar-agar. Elektrolit yang digunakan pada
jembatan garam harus bersifat inert supaya tidak bereaksi dengan kedua
electrode. Apabila jembatan garam terbuat dari larutan KCl, maka ion K+ akan bergerak ke larutan yang lebih bermuatan negatif (ke arah katode), sebaliknya ion negatif Cl- akan bergerak ke larutan yang bermuatan positif (ke arah anode).
Penulisan reaksi redoks pada sel volta dilambangkan dengan notasi atau diagram sel sebagai berikut:
Zn(s) | Zn2+(aq) || Cu2+(aq) | Cu(s)
b. Potensial Elektrode Standar
Pada percobaan (gambar di bawah), permukaan logam platina yang bersifat inert mengabsorbsi gas hidrogen, sehingga ion H+ langsung bereaksi dengan gas hidrogen.keseimbangan antara H2 dengan ion H+ yang terbentuk pada permukaan logam platina adalah reaksi oksidasi H2 menjadi H+ dan reaksi reduksi H+ menjadi H2.

Dalam reaksi keseimbangan tersebut nilai potensial hidrogen
distandarisasi 0 volt. Hal ini merupakan keputusan internasional. IUPAC
yang menyatakan bahwa potensial elektroda standar, E0 berdasarkan kecenderungan reduksi yang terjadi pada electrode, sehingga disebut juga potensial reduksi standar.
2H+ (aq) +2e- ↔ H2 E0= 0 V
Electrode yang lebih mudah mengalami reduksi dibandingkan dengan
electrode hidrogen bernilai positif, sebaliknya electrode yang lebih
mudah mengalami oksidasi bernilai negatif. Jadi, semakin besar nilai
potensial electrode standar, maka electrode tersebut semakin mudah
mengalammi reaksi reduksi. Potensial reduksi merupakan kebalikan dari
potensial oksidasinya. Misalnya, nilai potensial electrode Zn2+/Zn = -0,76 V, artinya nilai potensial reduksi standar ion Zn2+ menjadi Zn sebesar +0,76 V.
c. Sel Volta dalam kehidupan
salah satu sumber tenaga listrik yang banyak digunakan saat ini adalah
baterai. Keuntungan penggunaan baterai sebagai sumber energi listrik
adalah sifatnya yang praktis, murah dan tahan lama. Aplikasi sel volta
dalam kehidupan sehari-hari adalah baterai dan accumulator (aki),
keduanya bekerja berdasarkan prinsip yang sama yaitu reaksi redoks
spontan. Sel volta dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Sel primer, yaitu sel yang tidak dapat diisi ulang. Misalnya baterai biasa (sel kering), baterai alkali, dan baterai perak oksida.
- Sel sekunder, yaitu sel yang dapat diisi ulang (diestrum). Misalnya baterai nikel cadmium, Li-ion Battery dan aki.
Sel-sel tersebut digunakan pada berbagai alat elektronika, seperti jam, kalkulator, lampu senter, radio, dan telepon genggam.
0 comments:
Post a Comment